Tanya Jawab Seputar Madzahib At-Tafsir

 

1. Jelaskan faktor internal, dan eksternal munculnya Madzahib Al tafsir!

  1. Faktor Internal (Al-Awamil Ad-Dakhiliyah)

Kondisi objektif dari teks Al-Qur’an itu sendiri yang membuka peluang untuk dibaca dengan beraneka ragam. Sebagaimana banyak disebutkan dalam literatur ‘ulum Al-Qur’an bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan berbagai versi bacaan yang masyhur dalam  hadis sab’ah ahruf (tujuh bacaan qira’at).

Kondisi objektif dari kata-kata yang terdapat dalam Al-Qur’an memberi tempat untuk berbagai macam penafsiran. Karena dalam Al-Qur’an terdapat beberapa kata-kata yang seringkali ditemukan adanya satu kata yang memiliki banyak arti, baik arti haqiqi (asal) maupun arti majazi (kiasan).

Kondisi objektif dari kata-kata yang bermakna ambiguitas dalam Al-Qur’an, dikarenakan adanya kata-kata musytarak (bermakna ganda). Misalnya kata quru’ dalam surah Al-Baqarah ayat 228. Kata tersebut dapat bermakna suci dan dapat pula bermakna haid/menstruasi. Hal ini tentu akan memunculkan dua macam aliran penafsiran yang berbeda.

  1. Faktor eksternal (Al-Awamil Al-Kharijiyyah)

·         Faktor Politik

Faktor ini berhubungan dengan aspirasi politik suatu golongan atau kelompok. Misalnya golongan Syi’ah berdiri dibawah rasa ketidakpuasan dengan keadaan saat itu, dimana posisi khalifah tidak dipegang oleh Ali, sehingga mereka membentuk kelompok yang mendukung agar imamah (kepemimpinan) dikendalikan oleh keturunan Ali. Inilah sebab lahirnya aliran tafsir Syi’i yang tampil berdasarkan landasan politik.

·         Faktor Teologis

Faktor ini sangat erat kaitannya dengan persoalan kepercayaan. Contoh tafsir yang lahir dari faktor ini ialah tafsir Al-Kasysyaf karya Az-Zamakhsyari. Sebagaimana yang diterngkan berbagai literatur bahwa tafsir tersebut merupakan produk dari tafsir i’tizali, yakni aliran penafsiran yang memiliki kecenderungan terhadap Mu’tazilah.

·         Faktor Keahlian dan Kedalaman Ilmu Yang Dikuasai

Tidak sedikit terdapat suatu kecenderungan dalam diri seorang mufassir untuk memahami Al-Qur’an sesuai dengan didiplin ilmu yang ia tekuni, sehingga meskipun objek studinya tunggal, namun hasil penafsirannya tidaklah tunggal. Seperti aliran tafsir ‘ilmi muncul dari seorang mufassir yang memiliki keahlian dalam bidang sains dan berupaya menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan sains.

·         Faktor Persinggungan Dunia Islam Dengan Dunia Luar Islam

Munculnya corak dan aliran penafsiran ini adalah karena danya persinggungan dunia Islam dengan peradaban dunia luar Islam, seperti Yunani, Persia, Romawi dan Barat. Sebagai contoh khalifah Harun Ar-Rasyid yang sebelumnya pernah belajar di Persia dengan asuhan Yahya bin Khalid bin Barmak. Dengan demikian, ia banyak dipengaruhi oleh kegemaran keluarga Barmak pada ilmu filsafat. Pada masa pemerintahan Harun, penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan Yunani bke dalam bahasa Arab pun dimulai. Saat itu banyak orang-orang dikirim ke Romawi untuk membeli manuskrip. Karena faktor inilah muncul tafsir beraliran filsafat atau disebut tafsir falsafi.

·         Faktor Tekanan Situasi dan Kondisi Yang Dihadapi Mufassir

Faktor lahirnya beragam aliran tafsir yang lain dikarenakan situasi dan kondisi yang dihadapi mufassir semasa hidupnya. Muhammad Abduh ialah seorang ulama yang melakukan pembaharuan dalam dunia Islam. Ketika berhadapan dengan umat Islam yang pada waktu itu sedang tertidur dan bersimpuh dalam kekuasaan asing yang menjajah, beliau banyak mempersoalkan gaya berpikir dan cara hidup masyarakat, lalu memberikan tanggapan dan pemecahannya lewat penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an. Kemudian ditulis oleh muridnya bernama Muhammad Rasyid Ridha dalam tafsir Al-Manar yang mana tafsirnya dikategorikan oleh ulama kontemporer ke dalam corak dan aliran tafsir adabi/ijtima’i (sosial kemasyarakatan).

2. Jelaskan karakteristik Madzahib tafsir pada masa klasik dan kontemporer!

  1. Karakteristik tafsir era klasik

·         Aspek Sumber Penafsiran  menggunakan Tafsir bi al-ma’thur dan bi al-ra’yi

·         Aspek Metode Penafsiran menggunakanTahlili (deduktif) dengan mencocokkan teori-teori dari disiplin keilmuan atau madzhab masing-masing mufassir.

·         Aspek Penafsiran dan Corak Menggunakan pendekatan dan corak yang beragam, meliputi bahasa, fikih, filsafat, maupun teologi.

·         Aspek Validitas Penafsiran dan Tujuan Penafsiran: Sektarian, atomistik atau parsial, pemaksaan gagasan non Qur’ani dan subjektif. Penafsiran untuk kepentingan dukungan terhadap madzhab tertentu atau kelompok tertentu, politik maupun untuk mendukung ilmu yang di tekuni mufassir. Posisi penafsir sebagai subjek dan teks sebagai objek.

  1. Karakteristik tafsir era Kontemporer

            Ada beberapa karakteristik yang dimunculkan oleh para mufassir kontemporer, yaitu pertama, bernuansa hermeneutisdengan lebih menekankan pada aspek epistemologis- metologis, hal ini dilakukan agar menghasilkan pembacaan yang produktif akan Al-Qur’an dan bukanya pembacaan yang repetitive atau pembacaan ideologis-tendensius.

            Kedua,kontekstual dan berorientasi pada spirit Al-Qur’an, ini dihasilkan melalui hasil pembaca ayat Al-Qur’an dari banyak keilmuan dengan memanfaatkan perangkat keilmuan modern seperti filsafat, semantik, antropologi, sosiologi, sains dan lainya.

            Ketiga, ilmiah, kritis dan non sektarian. Dikatakan ilmiah karena produk tafsirnya dapat diuji kebenaranya berdasarkan konsistensi metodologi yang dipakai mufassir dan siap menerima kritik dari komunitas akademik. Dikatakan kritis dan nonsekterian karena umumnya para mufassir kontemporer tidak terjebak pada kungkungan madzhab.

3. Jelaskan pengertian dari tafsir bil ma'tsur! Sebutkan kelebihan dan kelemahannya!

Tafsir bi al ma’sur adalah tafsir Al-Qur’an berdasarkan riwayat yang meliputi ayat dengan ayat, penafsiran ayat dengan sunnah Rasul dan penafsiran dengan riwayat sahabat. Tafsir bi al ma’sur dari Al-Qur’an dan sunnah yang sahih dinilai marfu’ harus diterima. Sementara yang berasal dari riwayat sahabat dan tabiin masih diperselisihkan apakah diterima atau tidak.

Menurut Ibnu Katsir tafsir dalam bentuk Al-Qur’an dan sunnah Nabawiyah adalah merupakan tafsir yang paling tinggi nilainya karena sebagian ayat Al-Qur’an  yangmajinal (global) maka pada bagian lainya ada uraian yang relatif rinci. Jika tidak terdapat dalam Al-Qur’an maka sunnah Rasul sebagai penjelas dan pensyarah Al-Qur’an. Kekuranganya adalah bercampur aduk riwayat yang sahih dan yang tidak sahih dan banyaknya riwayat-riwayat israiliyat. Oleh karena itu tafsir bi al ma’sur perlu di kembangkan dengan cara memahami konteks ayat dan hadits disamping tetap memperhatikan teks-teks apaadanya yaitu dengan memperhatikan penafsiran Rasulullah SAW

Kelebihan

1. Dalam mengetengahkan penafsiran para sahabat Nabi dan Kaum Tabi’inselalu disertai dengan isnad (sumber-sumber riwayatnya) dan diperbanding-

kan untuk memperoleh penafsiran yang paling kuat dan tepat.

2. Terdapat kesimpulan-kesimpulan tentang hukum, dan diterangkan juga bentuk-bentuk i’rab (kedudukan kata-kata di dalam rangkaian kalimat), yang menambah kejelasan makna dari ayat-ayat Al-Qur’an.

3. Memaparkan ayat-ayat yang nasikh dan mansukh serta menjelaskan riwayat yang shahih dan yang dhaif bisa di terima dan tidak ada perbedaan, ia merupakan tinggkat tafsir tertinggi.

 

 

Kekurangan

1. Terjadinya campur baur antara yang sahih dan tidak sahih dan banyak pendapat yang dihubungkan kepada sahabat dan tabi’in, tampa ada isnad dan penelitian yang mengakibatkan campurannya kebenaran dan kebatilan.

2. Riwayat-riwayat tersebut penuh dengan cerita-cerita Israiliyat yang memuat banyak kurafat yang bertentangan dengan aqidah Islam. Hal itu sengaja disusupkan kepada kaum muslimin dari ahlul kitab.

3. Sebagian majhab memutarbalikkan beberapa pendapat. Mereka berbuat kebatilan, lalu menyandarkannya kepada sebahagaian para sahabat seperti para ulama Syi’ah.

4. Sesungguhnya musuh-musuh Islam dari golongan kafir zindiq bersembinyi dibelakang para sahabat, maka perlu adanya penelitian yang sungguh-sungguh terhadap pendapat-pendapat yang di-sandarkan kepada para sahabat dan tabi’in.

4. Jelaskan karakteristik tafsir dalam perspektif teologi rasional,! Sebutkan kelebihan dan kelemahannya!

Tafsir dalam perspektif teologi rasional pemikiran Mu’tazilah, dalam penafsirannya Mu’ tazilah menetapkan Ushulul Khomsah dalam tafsirnya yang mana isi Ushulul khomsah itu adalah Tauhid, Keadilan, Al-Wa’du Wal Wa’id, Al-Manzila Baina Al-Manzilatain, Amar Ma’ruf Nahi Munakar. Seperti yang kita ketahui bahwa isi ushulul khomsah ini tidak sesuai dengan ahlusunnah wal jama’ah. Kemudian, dalam penafsirannya mu’tazilah mengingkari hadits-hadits shohih yang bertentangan dengan mazhabnya. Mu’tazilah menggunakan pemikiran rasional dan berupaya untuk menghindari pemakaian dalil-dalil agama yang bersumberdari al-Qur’an dan sunnah. Dalam penafsirannya, Mu’tazilah menggunakan tata kebahasaan. Mu’tazilah juga memalingkan Qiro’at yang Mu’tawatir yang bertentangan dengan Mazhabnya. Terkadang ia mencoba mengubah teks Al-Qur’an dari aqidah mereka, sehingga Qiro’at mutawattir yang datang dari aqidah mereka dan dari Rasulullah SAW tidak sesuai. Untuk kelebihan dan kekurangannya sendiri tidak ada, dikarenakan penafsiran pemikiran mu’tazilah ini bertentangan dengan apa yang disampaikan Rasulullah SAW kepada umat Islam.

 


Posting Komentar

0 Komentar