MAKALAH PENGERTIAN KINAYAH DAN HAKIKAT DAN MAKNANYA DALAM AL-QUR’AN
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Puji
syukur kami Hanturkan kepada Allah swt. Yang telah memberi rahmat dan
Karunia-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas mata kuliah balaghah
al-qur’an yang dibimbing oleh dosen kita
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah balaghah al-qur’an dan bertujuan
agar dapat bermanfaat untuk masyarakat
dan para mahasiswa lainnya. Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Dalam
penyusunan makalah ini, tentu masih banyak terdapat kekurangan .
Untuk
itu, kami mengharapkan kritik dan saran agar kami dapat memperbaikinya pada tugas yang akan datang.
Dan kami juga mohon maaf jika terjadi kesalahan maupun kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, baik sengaja maupun tidak. Kami selaku tim penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Salatiga, 19 Oktober 2021
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan
Masalah
Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian
Kinayah
Pemgertisn
Hakikat
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur'an merupakan kalamullah yang diturunkan kepada umat manusia untuk
dibaca, ditadabburi, difahami, dan diamalkan pesan-pesan illahi yang
dikandungnya. Rasul yang di pilih-Nya untuk menerima wahyu tersebut adalah Nabi
Muhammad SAW yang berasal dari bangsa Arab. Oleh karena itu, dengan
kehendak-Nya, Al-Qur'an di turunkan sesuai dengan bahasa kaum tersebut, yaitu
bahasa Arab.
Dalam usaha memahami isi dan kandungan Al-qur’an secara baik dan benar,
sudah barang tentu kita wajib mengetahui seluk beluk yang terdapat dalam
Al-Qur’an itu sendiri. Ilmu-ilmu bantu dalam penafsiran Al-Qur’an menjadi
sangat diperlukan bahkan wajib bagi pelajar untuk memahami secara mendalam
serta dapat mempraktikkannya pada ayat-ayat Al-Qur’an, sehingga akan
menghasilkan pemahaman yang sesuai konteks zaman yang penuh dengan dinamika
ini.
Dalam ilmu-ilmu Al-Qur’an terdapat suatu cabang ilmu yang saling berkaitan
dengan ilmu lainnya seperti halnya ilmu qaidah-qaidah penafsiran, ilmu tersebut
merupakan ilmu alat dalam memahami bahasa arab seperti nahwu, sharaf, balaghah
dan lain-lain. Dalam makalah ini, kami akan membahas suatu cabang ilmu tersebut
yaitu tentang kinayah (sindiran halus) yang merupakan salah satu qaidah
penafsiran seperti majaz, tasybih dan yang lain. Pembahasan kinayah ini dirasa
perlu dibahas mengingat bahasa komunikasi Al-qur’an yang variatif, dalam artian
terkadang menggunakan bahasa yang maksudnya bisa dipahami secara tekstual dan
terkadang pula Al-qur’an juga menggunakan bahasa yang tidak cukup dipahami
secara teks saja melainkan juga harus memahami konteks ayat Al-qur’an tersebut,
bahkan alqur’an sering menggunakan bahasa sindiran yang memahaminya harus
menggunakan beberapa qaidah dan memahami konteks dan ilmu-ilmu lain yang dapat
membantu dalam memahaminya.
Tidak bisa dipungkiri, bahwa aspek bahasa dalam kajian Al-qur’an sangatlah
pelik dan penuh dengan silang pendapat antara ulama. Diantara masalah-masalah
kebahasaan tersebut yang sering menjadi topik menarik adalah pembahasan
mengenai kinayah.
Cukup banyak ayat-ayat Al-qur’an yang menggunakan bentuk kinayah, dan ini
sangatlah berimplikasi dengan hukum yang akan dikeluarkan darinya. Bahkan
ayat-ayat kinayah ini banyak mengundang perselisihan dalam meresponnya. Untuk
itu, dalam makalah kali ini akan dijelaskan secara singkat hal-hal pokok
terkait pembahasan kinayah tersebut.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Pengertian kinayah?
2.
Ada
berapa Pembagian kinayah?
3.
Apa
pengertian hakikat?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kinayah
2. Untuk mengetahui pembagian kinayah
3. Untuk mengetahui pengertian hakikat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kinayah
Kinayah
secara bahasa merupakan suatu lafaz untuk menujukan pengertian yang lain(sindiran)
كناتة dari masdar (كنى
– يكنى – كناية).
Sedangkan menurut istilah adalah lafaz yang diucapkan untuk maksud yang seb
enarnya, dengan qorinah dengan tidak keluar dari makna tersebut. Misalnya anda
berkata: “Muhammad
panjang tali pedangnya” maka makna hakiki dari contoh ini adalah yaitu tali pedang si Muhammad panjang, dalam contoh
ini bukan makna hakiki yang diinginkan, tetapi makna yang dimaksud adalah القامة
طويل محمدا . Muhammad itu tinggi badannya, karena
biasanya orang yang panjang tali pedangnya tentulah karena badannya tinggi.
Dengan demikian lafaz محمد طويل الخجاد
lafaz makna yang lain ialahمحمد طويل القامة tetapi
bukan makna yang majazi kerenaطويل القامة adalah makna yang lazim yang diambil dari طويل الخجاد oleh
karena itu, ini bisa dinamakan makna yang hakiki, dan disinilah yang menjadi
perbedaan antara majaz dan kinayah.
1. Pembagian Kinayah
Pembagian kinayah ditinjau dari segi مكنى عنه atau makna yang kita kehendaki لا زمتنعاه ada tiga:
1) كناية تطلب بها
صفة
Yaitu kinayah yang apabila makna yang kita kehendaki itu serupa dengan
sifat, misalnya: طوبل خجاد yaitu sifat bagi orang yang
tinggi badannya. Didalam kinayah ini, kita sebut mausuf baik itu diucapkan atau
dipahami dari سياق الكلام dan disebut sifat yang lazim
bagi mausuf.
Contoh: محمد طويل الخجادuhammad adalah mausuf dan sifat yang lazim bagi mausuf .الخجاد طويل berarti طويل القامةContoh: Amir panjang tangan, dari kalimat ini dapat dipaghami suatu
sifat yaitu yang suka mencuri. Mausufnya yang disebutkan yaitu Amir dengan
menyebut makna yang lazim bagi mausuf yaitu panjang tangan, sedang yang
dimaksud adalah sifat yaitu suka mencuri. Karena lazimnya
orang yang panjang tangannya itu dipakai untuk makna yang lain yakni mencuri.
Sifat kinayah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
Ø كناية قريبة
Yaitu kinayah dekat.kinayah yang tanpa perantara dimana fikiran kita
dapat menangkap langsung dari makna lafaz yang diucapkan kepada makna yang
dikehendaki. Contoh, apabila orang mengatakan, “ Si fulan tebal kantongnya”. Dari kalimat ini kita langsung dapat mengerti bahwa si fulan banyak
duitnya. Tidak perlu perantara lagi sebab tebal katong memang banyak duitnya.
Ø كناية بعيدة
Yaitu kinayah jauh. Kinayah yang memerlukan pemikiran untuk menafsirkan
kalimat tersebut, makna yang diucapkan kepada makna yang dikehendaki. Contoh: عباس كثير الرماد( Si
Abbas banyak Abu dapurnya ) Kinayah dari pada Abbas adalah pemurah, tetapi untuk memahami makna
tersebut memerlukan media dari كثير الرماد kepada الجراد tidak bisa berpindah secara
langsung.
2) كناية عن موصوف
Yaitu kinayah yang apabila makna yang
dikehendaki itu mempunyai sifat. Contoh هم ابن ء النيل( Mereka
itu anak sungai Nil) Yang
dimaksud mausuf bukan sifat “ Dia tergoda oleh kupu-kupu malam”. Kupu-kupu
malam dalam kalimat ini adalah wanita sebagai mausuf. Contoh lain dalam Al-
Qur’an لقد كرمنا بني
ادم Lafas Bani Adam yang dimaksud adalah
manusia. Kami rekreasi kepulau dewata. Lintah darat telah meraja lela di kota
kami dan lain-lain.
3) كناية النسبة
Yaitu kinayah yang
menghubungkan suatu sifat kepada seseorang. Jadi, sifat itu tidak langsung kita
ucapkan kepada orang yang kita kehendaki.
Contoh: kita berkata kepada orang lain tidak mau tau dengan urusan orang, tidak
peduli sama sesama خير الناس من ينفع الناسSebaik-baik manusia adalah orang yang berguna bagi sesamanya. Maksud
nisbat ini adalah jika kita tidak dapat memberi manfaat kepada orang lain, maka
kita bukan orang yang baik.
Contoh
Kinayah dalam Al- Qur’an(QS: Al-Ahzaab ayat 9-10): Artinya: Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat
Allah (yang telah dikurniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara,
lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu
melihatnya. dan adalah Allah Maha melihat akan apa yang kamu kerjakan. (yaitu)
ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak
tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan
kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka.
(QS: Al-Qaari’ah ayat 1-5):
Artinya:
1. hari kiamat,
2. Apakah hari kiamat itu?
3. tahukah kamu Apakah hari kiamat itu?
4. pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran,
5. dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihamburhamburkan.
(QS: Al-Israa’ ayat 13)
Artinya: Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya
(sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. dan Kami keluarkan baginya pada
hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka.
2. Hakikat
Hakikat
ialah lafadz yang di gunakan pada asal peletakannya, Seperti : Singa (أسد)
untuk suatu hewan yang buas. Maka keluar dari perkataan kami : (المستعمل)
“yang digunakan” : yang tidak digunakan, maka tidak dinamakan hakikat dan
majaz. Dan keluar dari perkataan kami : (فيما
وضع له)
“ pada asal peletakannya” : Majaz.Dan hakikat terbagi menjadi tiga macam :
Lughowiyyah, Syar’iyyah dan ‘Urfiyyah.Hakikat lughowiyyah adalah :اللفظ
المستعمل فيما وضع له في اللغة “Lafadz
yang digunakan pada asal peletakannya secara bahasa.”Maka keluar dari perkataan
kami : (في اللغة) “secara bahasa” : hakikat syar’iyyah dan
hakikat ‘urfiyyah. Contohnya
: sholat, maka sesungguhnya hakikatnya secara bahasa adalah doa, maka dibawa pada
makna tersebut menurut perkataan ahli bahasa.
Hakikat
syar’iyyah adalah :اللفظ المستعمل فيما وضع له في الشرع “Lafadz yang digunakan pada asal peletakannya secara syar’i.” Maka keluar dari perkataan kami : (في الشرع) “secara syar’i” : hakikat lughowiyyah dan hakikat ‘urfiyyah.
Contohnya : sholat, maka sesungguhnya hakikatnya secara syar’i adalah perkataan
dan perbuatan yang sudah diketahui yang dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam, maka dibawa pada makna tersebut menurut perkataan ahli syar’i.
Hakikat ‘urfiyyah adalah :اللفظ
المستعمل فيما وضع له في العرف “Lafadz yang digunakan pada
asal peletakannya secara ‘urf (adat/kebiasaan).” Maka keluar dari perkataan
kami : (في العرف) “secara ‘urf” : hakikat lughowiyyah dan hakikat syar’iyyah.
Contohnya : Ad-Dabbah (الدابة), maka sesungguhnya hakikatnya secara ‘urf adalah hewan yang
mempunyai empat kaki, maka dibawa pada makna tersebut menurut perkataan ahli
‘urf.
Dan manfaat dari mengetahui pembagian hakikat menjadi tiga macam adalah
: Agar kita membawa setiap lafadz pada makna hakikat dalam tempat yang
semestinya sesuai dengan penggunaannya. Maka dalam penggunaan ahli bahasa
lafadz dibawa kepada hakikat lughowiyyah dan dalam penggunaan syar’i dibawa
kepada hakikat syar’iyyah dan dalam penggunaan ahli ‘urf dibawa kepada hakikat
‘urfiyyah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sedangkan menurut istilah adalah lafaz
yang diucapkan untuk maksud yang seb enarnya, dengan qorinah dengan tidak
keluar dari makna tersebut. Misalnya anda berkata: “Muhammad panjang tali pedangnya” maka makna hakiki
dari contoh ini adalah yaitu
tali pedang si Muhammad panjang.
Hakikat ialah lafadz yang di gunakan
pada asal peletakannya, Seperti : Singa (أسد)
untuk suatu hewan yang buas. Maka keluar dari perkataan kami : (المستعمل)
“yang digunakan” : yang tidak digunakan, maka tidak dinamakan hakikat dan
majaz. Dan keluar dari perkataan kami : (فيما
وضع له)
“ pada asal peletakannya”
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hasyimi, Ahmad, 1998, Jawahir
Al-Balaghah, Beirut, Darul Fikri
Izzan, Ahmad Uslubi. 2012. Kaidah-Kaidah
Ilmu Balaghah. Bandung. Tafakkur.
Al-Jarimi, Ali Mustofa Amin. Ulum
Al-Balaghah Al-Wadhihah. Mesir. Darul Ma’arif.
0 Komentar