Review Kitab Tafsir Al-Ibriz Karya KH. Bisri Mustofa

 

Review Kitab Tafsir Al-Ibriz Karya KH. Bisri Mustofa

  1. Identitas kitab tafsir Al-Ibriz

Kitab tafsir ini dikarang oleh KH Bisri Musthofa, nama kecilnya Mashadi, lahir pada 1915 di Rembang Jawa Tengah dan meninggal pada 16/24 Februari 1977. Kiai Bisri memulai pergumulan intelektualnya dengan menjadi siswa sekolah Ongko Loro. Kemudian nyantri di pesantren Kajen selama tiga hari, pesantren Kasingan Rembang dan puncaknya di Makkah al-Mukarramah.

Beliau mempunyai banyak karya akan tetapi yang paling populer adalah karya kitab tafsir Al-Ibriz. Nama lengkap kitab tersebut adalah al-Ibriz li Ma’rifah Tafsir al-Qur’an al-‘Aziz.

Tafsir al-Ibriz disajikan dalam bentuknya yang sederhana. Ayat-ayat al-Qur’an dimaknai ayat per-ayat dengan makna gandhul (makna yang ditulis dibawah kata perkata ayat al-Qur’an, lengkap dengan kedudukan dan fungsi kalimatnya, sebagai subyek, predikat atau obyek dan lain sebagainya). Bagi pembaca tafsir yang berlatar santri maupun non-santri, penyajian makna khas pesantren dan unik seperti ini sangat membantu seorang pembaca saat mengenali dan memahami makna dan fungsi kata per-kata. Hal ini sangat berbeda dengan model penyajian yang utuh, di mana satu ayat diterjemahkan seluruhnya dan pembaca yang kurang akrab dengan gramatika bahasa Arab sangat kesulitan jika diminta menguraikan kedudukan dan fungsi kata per-kata.

Setelah ayat al-Qur’an diterjemahkan dengan makna gandul, di sebelah luarnya yang dibatasi dengan garis disajikan kandungan al-Qur’an (tafsir). Kadang-kadang, penafsir mengulas ayat per-ayat atau gabungan dari beber­apa ayat, tergantung dari apakah ayat itu bersambung atau berhubungan dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya atau tidak.

Tidak ada data akurat yang menyebutkan kapan sebenarnya tafsir al-Ibriz mulai ditulis. Tetapi tafsir ini diselesaikan pada tanggal 29 Rajab 1379, berte­patan dengan tanggal 28 Januari 1960. Menurut keterangan Ny. Ma’rufah, tafsir al-Ibriz selesai ditulis setelah kelahiran putrinya yang terakhir (Atikah) sekitar tahun 1964. Pada tahun ini pula, tafsir al-Ibriz untuk pertama kalinya dicetak oleh penerbit Menara Kudus. Penerbitan tafsir ini tidak disertai perjanjian yang jelas, apakah dengan sistem royalti atau borongan.

  1. Sinopsis Kitab Tafsir Al-Ibriz

Sistematika penulisan Tafsir al-Ibriz dijilid dan dipublikasikan per-juz, sehingga terdapat 30 jilid. tafsir al-Ibriz yang dijilid per-juz ini memiliki kelebihan bagi pembacanya. Di pondok pesantren peninggalan KH. Bisri Mustofa, sampai sekarang masih diajarkan tafsir al-Ibriz setiap hari Jum’at yang diasuh oleh KH. Mustofa Bisri. Pengajian ini tidak diikuti oleh santri mukim (pondok) yang setiap ba’da subuh mengaji tafsir Jalalain, teta­pi diikuti oleh santri lajo (berangkat pagi dan pulang siang pada hari itu juga) yang berasal dari desa-desa sekitar pesantren. Mereka terdiri dari laki-laki dan perempuan, tua, muda bahkan anak-anak. Sebagian besar naik sepeda ontel, sebagian yang lain naik sepeda motor dan angkutan (dokar atau mobil). Dengan format dijilid per juz, tafsir ini sangat ringan dan mudah dibawa se­hingga tidak menyulitkan bagi pembacanya.

Gaya bahasa Tafsir al-Ibriz ditulis dengan huruf Arab dan berbahasa Jawa (Arab pegon). Pilihan huruf dan bahasa ini tentu melalui pertimbangan matang oleh penafsirnya. Pertama, bahasa Jawa adalah bahasa ibu penafsir yang digunakan sehari-hari, meskipun ia juga memiliki kemampuan menulis dalam ba­hasa Indonesia atau Arab. Kedua, al-Ibriz ini tampaknya ditujukan kepada warga pedesaan dan komunitas pesantren yang juga akrab dengan tulisan Arab dan bahasa Jawa. Karena yang hendak disapa oleh penulis tafsir al-Ibriz adalah audiens dengan karakter di atas, maka penggunaan huruf dan bahasa di atas sangat tepat.

  1. Pesan dan kesan

Tafsir al-Ibriz cenderung bersifat eksklusif karena menggunakan bahasa jawa. Oleh karena itu, orang yang tidak mahir berbahasa jawa akan kesulitan mengakses, melakukan pembacaan dan memahami tafsir tersebut. Akan tetapi dari segi konten, Tafsir al-Ibriz tidak eksklusif sama sekali. Ia menafsirkan apa adanya dan seringkali menafsirkan sesuai dengan fenomena masyarakat yang terjadi, sekaligus memberikan komentar. Penggunaan bahasa jawa ngoko halus yang kaya kosa kata, memudahkan masyarakat memahasi sense maksud dari ayat pada waktu itu.

Problem baru muncul, ketika tafsir tersebut digunakan di masa sekarang dengan masyarakat yang tidak banyak mahir berbahasa jawa dan justru lebih familier dengan bahasa Indonesia (kebalikan dengan zaman dulu). Oleh karena itu, saya mengapresiasi karya Bisri Mustofa ini tidak hanya sebatas memperkaya khazanah penafsiran akan tetapi, juga sebagai upaya menjaga budaya khususnya budaya jawa.

  1. Kesimpulan

Tafsir al-Ibriz karya KH. Bisri Mustofa disusun dengan metode tahlili, yakni suatu metode yang menjelaskan al-Qur’an secara kata per-kata sesuai tertib susunan ayat al-Qur’an. Makna kata per-kata disusun dengan sistem makna gandul sedang penjelasannya (tafsirnya) diletakkan di bagian luarnya. Makna gandul ini di­barengi dengan analisis bahasa yang berguna untuk mengungkap struktur bahasa.

Dari sisi karakteristik, tafsir al-Ibriz sangat sederhana dalam menjelas­kan kandungan ayat al-Qur’an. Pendekatan atau corak tafsirnya tidak memi­liki kecenderungan dominan pada satu corak tertentu. Tafsir ini merupakan kombinasi berbagai corak tafsir tergantung isi tekstualnya. Dari segi aliran dan bentuk tafsir, tafsir al-Ibriz termasuk beraliran tradisional dan ma’tsur dalam artian yang sederhana.

  1. Rekomendasi kepada pembaca

Ø  Kitab ini cocok bagi para kalangan santri salafi karesa basic kitab ini bermakna pesantren bahasa jawa.

Ø  Kitab ini cocok bagi orang yang mahir bahasa jawa.

Ø  Kitab ini cocok bagi para pemula karena mudah difahami dan sederhana.



Posting Komentar

0 Komentar